Story BY: Leoverry

Ada Cerita Cinta Di Asrama Eps. 10

Rabu, 20 Januari 2016

Episode 10

Aku mengambil posisi duduk di bagian belakang saat kepala asrama memberikan sambutan sekaligus perkenalan. Asrama ini terlihat lumayan strategis. Jarak dengan ruang kelas tidak terlalu jauh, Jadi bisa sedikit santai, mungkin juga bisa kabur saat jam pelajaran bila gurunya bikin ngantuk (hahahaha, masih tahun ajaran baru sudah punya rencana buruk).

Gedung asrama ini terdiri dari tiga lantai, dan memiliki banyak ruangan. Kamar mandi nya bersih tapi rada terbuka, karena pintunya hanya menutup setengan badan saja, kecuali toilet. Selain itu area kamar mandi ini juga luas, ada kamar ganti, beberapa westafel yang berjajar dan tempat cuci pakaian yang dibuat seperti bangku panjang dari beton yang menempel ke dinding, kadang tempat itu sering digunakan para siswa untuk duduk sambil ngobrol ketika sedang ngantri mandi. Karena asrama ini ditempati siswa lama, jadi disiplinnya tidak terlalu ketat.

Disebelah kanan dan kiri asrama ada taman yang lumayan luas, dengan pohon-pohon rindang dan beberapa bangku beton, mungkin tempat anak-anak asrama bersantai sambil belajar, tidak ada pondok jerami seperti taman dekat ruang makan, kemungkinan pohon-pohon yang rindang sudah cukup sebagai tempat berteduh. Di depan asrama ada halaman cukup luas, yang kadang digunakan untuk olahraga, badminton, takraw dan juga basket, dan di sekililing halaman ditanami banyak jenis bunga.

Kalau dipikir-pikir, asrama ku yang sekarang ini memiliki banyak taman dan tanaman, mungkin disesuaikan dengan namanya, Alhambra. Sekilas, terdengar sangat religius, bila dibandingkan dengan nama-nama asrama yang lain, yang banyak menggunakan nama tokoh, seperti Gedung Pattimura, yang menjadi asramaku tahun lalu, atau nama hari bersejarah seperti Gedung 17 Agustus yang menjadi asramanya Dion saat ini.

Alhambra merupakan sebuah istana megah di spanyol yang banyak memiliki tanaman dan taman yang indah. Istana ini dibangun oleh penguasa muslim dari dinasti Umayyah II yang menguasai Spanyol saat itu yang lebih dikenal dengan sebutan Andalusia. Begitu cerita kakak-kakak senior tentang Alhambra, asal dari nama asrama kami ini.

Meskipun kami tidak tau pasti kenapa asrama ini diberi nama Alhambra, mungkin karena banyaknya taman di asrama ini, meskipun hanya sebatas dugaan kami saja, dan aku pun setuju, yang jelas saat kami mulai bersekolah disini, asrama ini sudah bernama Alhambra.

Sama seperti asrama-asrama lainnya, gedung ini juga memiliki lobi yang luas tepat di depan pintu masuk. Di sekeliling dinding lobi disusun kursi-kursi tempat para siswa bersantai, dan satu etalase pengumuman yang lumayan besar, biasanya pengumuman, informasi penting ditempel di etalase itu. Dan setiap jam makan malam tiba, seluruh siswa asrama akan memadati etalase itu, sebagian ada yang tersenyum dan sebagian ada yang cemberut.

Hehehehehe, ya, karena pada saat jam makan malam setiap harinya, di etalase itu akan ditempel daftar nama-nama para siswa yang mendapatkan kiriman paket (biasanya paket makanan, pakaian dan kebutuhan lainnya), kiriman uang melalui wesel kilat (meskipun aku jarang mendapatkannya, karena papa biasanya kirim lewat bank, jadi aku tinggal tarik di ATM) dan merekalah yang wajah-wajahnya tersenyum.

Sebaliknya, para siswa yang cemberut karena nama-nama mereka ada di daftar yang berdampingan dalam etalase, yaitu daftar nama-nama siswa yang melanggar disiplin sepanjang hari itu, tentunya hukuman dan sanksi telah menanti, selain itu juga mereka harus menunda makan malam, karena harus melapor kepada pengurus untuk mendapatkan hukuman. Huft, aku pernah mengalaminya dari tahun lalu, dan benar saja, aku selalu cemberut ketika namaku ada pada daftar itu.

Di sebelah kiri etalase unik tersebut terdapat tangga menuju lantai dua, dimana terdapat area terbuka yang cukup luas, dikeliling ruang-ruang kamar para siswa, dan area ini biasanya digunakan untuk berkumpul seluruh siswa asrama ketika ada pengarahan, seperti saat ini.

Kupandang satu per satu siswa kelas 2 SMA yang bediri mengelilingi ruangan ini, aku tersenyum ketika mataku tertuju pada seorang siswa kelas 2 SMA dengan postur lumayan tinggi dan berkulit putih. Dia membalas senyumku, untuk pertama kalinya aku mengenal salah satu pengurus asrama ku yang baru, Kevin.

sekarang aku sudah masuk tahun ke-3 di sekolah, dan gedung ini menjadi asrama ke-3 yang aku tempati. Meski semua asrama memiliki tipe dan fasilitas yang hampir sama, tapi tetap saja acara perkenalan adalah hal yang selalu ditunggu, selain untuk saling mengenal teman-teman seasrama dan sekamar (siapa tau ada anak yang cakep hahaha) juga untuk membacakan peraturan-peraturan yang intinya agar seluruh siswa kembali mempersiapkan diri,

"Tinggalkan semua kenangan-kenangan liburan kalian di rumah, agar kalian bisa fokus dan serius melanjutkan pendidikan. Karena bila pikiran kalian masih tertinggal di rumah, maka bisa dipastikan kalian akan merasa tidak betah di kampus dan jadi malas, dan pada akhirnya kalian sendiri yang rugi" ucap kakak kepala asrama serius.

Kata-kata itu sama persis dengan ucapan kakak kepala asramaku tahun lalu, dan aku percaya dengan kata-kata itu, Tentu saja liburan adalah hal yang menyenangkan. Di asrama baru ini, banyak siswa yang sudah aku kenal, teman sekelas saat kelas 1 dan kelas 2 SMP, teman se asrama tahun pertama dan kedua, teman satu klub, teman dari teman, teman se daerah dan masih banyak lagi.

Tahun ke-3 ini juga merupakan tahun yang berat bagi banyak siswa, beberapa senior bercerita bahwa tahun ke-3 adalah masa dimana para siswa kelas 3 SMP mengalami masa-masa puber dan gejolak jiwa. Aku tidak terlalu paham dengan istilah "gejolak jiwa", mungkin maksudnya gejolak yang ada dalam diri, entahlah.

Para senior menjelaskan pada saat kelas 3 SMP rata-rata siswa sudah punya pacar. Moment liburan selama 40 hari kemaren menjadi waktu yang tepat untuk menyalurkan hasrat cinta dengan lawan jenis, tentu saja hampir semua siswa banyak yang dapat pacar baru atau melanjutkan hubungan dengan pacar lama saat liburan itu. Masalahnya, begitu masa liburan berkhir, cinta yang sedang tumbuh harus menunggu sementara bersama ditinggalnya sang pacar di rumah.

hal ini lah yang menyebabkan banyak siswa yang mulai galau, menunggu waktu satu tahun untuk kembali bertemu bukanlah waktu yang singkat, apalagi bagi mereka yang sedang jatuh cinta. Akan ada banyak siswa yang kabur, pindah sekolah atau malah tidak lulus ujian nasional karena tidak fokus dalam belajar.

Meskipun begitu, kelihatannya hal tersebut tidak berpengaruh pada semua siswa, bagi para siswa yang punya pacar di sekolah, tentu saja sangat bahagia dengan dimulainya tahun ajaran baru ini, karena akan ketemu dan kembali berkumpul sama pacaranya, salah satunya aku dan Fikri.

Bicara tentang Fikri, tentu aku sudah bertemu dengannya, ketika sampai kampus Fikri sudah menungguku, dia juga yang membantu mengangkat koper dan menyusun pakaianku di lemari, meski aku sedikit kecewa kami tidak satu kamar, bahkan kami tidak satu asrama. Mungkin pengurus keamanan OSIS tahu kalau kami pacaran, jadi sengaja dipisah. Atau mungkin itu prasangka ku saja.

"Ricko kan?" ucap seorang siswa yang bersandar di dinding tidak jauh dariku. Aku tidak kenal dengan anak itu, Menurut penilaianku dia anak yang cakep. Hahahahahaha ........ bener, cakep kok, serius.... Eh, jadi malu. Aku tersenyum sambil mengangguk ke arah anak itu.

Perlahan dia mendekat dan mengulurkan tangannya,

"Joshua, dari Jakarta" ucapnya ramah.

"Er..., aku Ricko, hemmmm... dari Lampung" jawabku grogi.

"Iya, aku sudah tau. Kak Kevin sering cerita" jawabnya sambil nyengir.

Ouch, ternyata Joshua ini temannya Kevin, hemmmm.

"Kamu kenal Kevin dimana?" tanyaku pensaran

"Hahahahaha, Aku kan satu daerah sama kak Kevin, waktu liburan sering jalan rame-rame bareng anak-anak dari Jakarta. Jadi sering ngobrol sama kak Kevin. Kalau kenal sama dia sudah lama sih, aku juga sering ketemu di kolam renang." jawabnya cepat. Hemmmm, Josua ini anaknya lumayan banyak bicara.

"Oh, berarti kamu sering renang sama Kevin." ucapku asal supaya nggak terasa canggung, maklum aku juga belum akrab sama dia.

"Nggak juga, cuma sesekali. Kak Kevin nggak sering soalnya ke kolam renang. Justru aku sering ketemu sama pacar kamu tuh" jawabnya ceplas ceplos.

What????? sesaat perasaanku seperti baru saja ditimpa batu besar. Kata-kata yang bikin mukaku berubah 360 derajat.

"Siapa?" tanyaku sambil menyipitkan mataku.

"Fikri, pacarmu kan?"jawabnya cuek.

Aku diam sejenak, nggak tau mau menilai bagaimana anak ini. Friendly atau suka ikut campur, entahlah.

Aku diam saja, tidak menjawab ataupun merespon. Menyadari kebisuanku, alih-alih merasa bersalah, Joshua ini malah tersenyum lebar dan berdiri, memecahkan lamunanku, dan ternyata pengarahan dari kakak kepala asrama sudah selesai.

"Oh iya, aku mau pergi dulu. Nanti kita sambung lagi ya. Aku cuma ingin kenalan aja, soalnya kitakan sekamar." ucapanya sambil menepuk pundakku, lalu pergi meninggalkanku yang bengong.

Apa? Sekamar? Ternyata dia teman sekamarku...

Sejenak aku berfikir dan berusaha tenang, memang terlalu dini menilai sifat dan pribadi seseorang hanya dari percakapan pertama, tapi jujur saja, pertemuan pertama ini sudah nggak srek. Memang sih anaknya cakep, tapi sifatnya yang sok tau itu bikin aku nggak nyaman. Beda sama Dion, dia sih anak yang serba tau, dan wawasannya luas, jadi asyik aja.

"Rick .... kok berdiri di situ" tiba-tiba kak Kevin sudah berdiri di samping ku. Aku sedikit terkejut dan salah tingkah, maklum saja selama ini aku dan Kevin sudah akrab sebagai teman, meski dia kakak tingkatku. Tapi sekarang suasananya berbeda, Kevin adalah pengurus asramaku, kalau di militer bisa dibilang komandanku lah. huft!

"Eh, kamu .,... ouch,,, maaf, kak Kevin" ucapku gugup. Aduh aku jadi salting begini. mungkin gara-gara si Joshua nih, jadi malu deh.

"Aneh rasanya denger lu manggil gue kakak. Udah biasa aja, panggil nama aja. Sudah kenalan sama Osa?" ucap Kevin cengengesan.

"Osa? Maksud kamu Josua tadi" tanyaku

"Ya, panggilannya Osa. Dia sekamar kan sama lu." jawab Kevin sambil memperhatikan para siswa yang baru bubar.

"Iya, tadi kami ngobrol sebentar, basa basi gitu" ucapku asal saja.

"Dia anak yang asyik kok. Osa itu anaknya supel dan pengertian juga" Tambah Kevin dengan nada "memuji", jadi penasaran kenapa Kevin berusaha keras bikin anak itu sekan-akan anak yang baik.

"Bukan asyik, tapi sok tau." ucapku masam.

"Hahahaha, ya kadang begitu, tapi tetap saja dia anak yang asyik. Nggak usah cemberut gitu, ntar cakepnya ilang loh" Kevin malah bercanda.

"Jangan-jangan si Josua itu pacar kamu?" tanyaku menyelidik.

"Idih, tuduhan nggak berdasar tuh" kilah Kevin, dan mukanya rada gugup juga, hahahaha.

"Terus kenapa kamu belain dia? Pasti ada apa-apanya nih" tanyaku semakin semangat saja.

"Kenapa? Lu cemburu ya?" jawab Kevin berusaha bersikap biasa.

"Geer ....... aku sudah punya pacar" jawabku ketus.

"Iya, gue tau. Siswa paling cakep satu sekolah. Puaaaasss" ucap Kevin,

"Sippppp. Aku puas" jawabku datar.

"Lihat tampang lu begitu bikin gemes tau nggak, bawaannya pengen...... cium" canda Kevin, dan tiba-tiba saja tangannya mencubit hidungku, meski tidak sakit tapi bikin malu.

"Ihhh,,, lepasin, malu tau nggak. Pengurus asrama harusnya melindungi anak asramanya, bukannya jadi predator" ucapku kesal.

"Siapa saja kalau ngeliat tampang lu itu bakalan jadi predator, apalagi kalau lu lagi mandi bugil" jawabnya santai

"Kamu aja yang ngarep liat aku bugil, mesum tuh pikirannya." ucapku tambah kesal. Nih anak lama-lama candaannya semakin mesum.

"Hahahahaha....." Kevin tertawa.

"Jangan mentang-mentang pengurus asrama, kamu seenaknya ngerjain aku" ucapku dengan tatapan kesal.

"Hahahahaha, iya.... kapan lagi bisa ngerjain lu,.... hahahaha. Ntar kalau lu melanggar gue panggil tuh,

"Ricko sini. Kenapa kamu terlambat absen malam?"



"maaf kak, aku habis pacaran" 



"Pacaran sampe lewat malam! Kamu tau kan itu melanggar disiplin!"



"Iya kak, maaf...."



"Baik, kamu kakak hukum sekarang"



"Apa hukumannya kak?"



"Kamu pijitin kakak di kamar ya, terus temenin kakak tidur sampe pagi"



Kevin memperagakan percakapan yang bikin aku mau ketawa dan pengen mukul.

"Udah selesai? Tambah mesum aja pikirannya. Nggak usah nunggu aku melanggar deh. Mending sekarang saja, maunya dimana? ayo"

"What? ternyata Ricko sudah dewasa nih" Kevin malah makin keras tertawanya.

"Udah, ngomong yang lain aja deh. Emang kamu cerita apa saja sama Joshua tetang aku" sengaja aku ubah arah pembicaraan, sekaligus ingin tau apa saja yang sudah dibocorkan sama Kevin.

"Nggak banyak kok, hanya nama lu, asal, kelas, hobi, nomor sepatu, nomor baju, nomor celana dalam" ucap Kevin dengan senyum khasnya, pertanda dia tidak serius.

"Mulai lagi tuh pikiran mesum, emang kamu tau berapa nomor CD ku?" godaku.

"Tau lah" jawab Kevin cepat. Giliran ngomongin yang begitu anak ini cepat banget jawabnya.

"Udah, nggak usah dilanjutin yang itu, terus apalagi?" tanyaku penasaran, soalnya si Joshua kelihatannya tau banget tentang aku.

"Kebiasaan buruk dan kebiasaan jelek lu" jawabnya santai.

"Selain itu?" tanyaku semakin penuh minat.

"Kok lu kayak ngintrogasi gue. Cuma itu aja kok" jawab Kevin salah tingkah

"Kamu cerita juga kan tentang Fikri, Buktinya dia tau aku pacaran sama Fikri" tanyaku akhirnya, memang sebenarnya pertanyaan ini yang ingin aku tanyakan dari tadi, cuma nggak enak aja dikeluarin di awal.

"Hemmm, kalau itu gue nggak perlu cerita, dia sudah tau. Lagian dia juga kenal kan sama Fikri, mereka teman satu kelas." Jawab Kevin datar.

Aku terkejut mendengar jawaban Kevin. Memang tadi aku tidak sempat bertanya Joshua itu kelas berapa, bahkan aku sempat berfikir dia teman seangkatanku. Tapi kalau diingat-ingat, memang tadi aku tidak bertanya tentang latar belakang nya sama sekali. Ternyata dia satu kelas sama Fikri. Kakak tingkatku.

"Kenapa lu malamun? ayooooooo... pasti mikirin Fikri tuh" goda Kevin dengan berbisik di telingaku. Aku diam saja.

"Gosipnya, Osa itu deket loh sama pacar lu, tapi sebelum kalian jadian" Tambah Kevin cepat ketika melihat reaksiku.

"Mereka teman sekelas, wajar saja kalau dekat. Aku dan Dion juga dekat" jawabku kosong.

Kevin tampaknya menyadari ketidaknyamananku. Dia diam sejenak dan berusaha mencari topik lain, tapi aku sudah tidak berminat.

"Lu udah ketemu sama Dion, Idris dan Reno?" tanya Kevin basa basi.

"Udah, kami berempat tidak ada satupun yang seasrama." jawabku lesu.

"Meski nggak seasrama tapi kan masih tetap ngumpul. Lu sama Dion juga masih satu kelas kan?" sambung Kevin.

Kami ngobrol biasa lagi tanpa ada kalimat-kalimat mesum, meski pikiranku melayang entah kemana. Kata-kata Kevin tentang Joshua yang pernah dekat dengan Fikri sesekali melintas di benakku.

"Mereka teman sekelas, wajar saja kalau dekat" batinku berusaha mencari pembenaran.

"Tapi Joshua telah mengenal Fikri sebelum aku, bagaiaman bila mereka berdua punya perasaan" pertanyaan itu kembali muncul dalam pikiranku.

Mungkin itu rasa cemburu, atau rasa takut akan kehilangan, atau jujur saja .... itu rasa iri mengetahui ternyata Joshua lebih duluan mengenal Fikri, bahkan mungkin dia lebih tau tentang pacarku ketimbang aku sendiri.

"Udah nggak usah dipikirin. Joshua itu sudah punya pacar, anak kelas 3 SMA". Kevin menepuk bahuku, dia tau apa yang sedang aku pikirkan.

Aku menatap wajah Kevin, kelihatannya dia tidak berbohong. Sedikit lega rasanya kalau Joshua sudah punya pacar.

"Jadi dia pacaran sama anak kelas 3 SMA?" tanyaku ingin tahu.

"Yap. Lu nggak nanya siapa pacar gue?" celetuk Kevin.

"Nggak. Lagian itu bukan urusanku." jawabku ketus.

"Idih... begitu amat sama teman." ucapnya sinis.

"Iya deh, Kak Kevin, pacar kakak sekarang siapa?" suaraku dibuat-buat, biar si Kevin ini tambah gede kepalanya.

"Gue nggak punya pacar, masih nunggu lu putus sama Fikri," jawabnya cepat dan tegas. Dasar Kevin, memang nggak bisa diajak serius.

"Kalau aku putus sama Fikri, aku gak bakal jadian sama kamu, ngapain nungguin aku" ucapku masam.

"Geeerrrr... siapa juga yang nungguin elu, gue nungguin Fikri kaliiii.." ucap Kevin dengan raut jahil.

Bener-bener nih anak bikin kesel.

"Kamu bukan tipenya Fikri" ucapku ketus.

"Iya, nyerah deh. tuh pacar mu udah nunggu dari tadi, gue cabut dulu ya" tiba-tiba Kevin meninggalkanku pergi ke kamar pengurus asrama. Di sebelah tangga masuk Fikri berdiri dengan senyumnya yang manis, hehehehe, mungkin perasaanku saja senyumnya manis.

"Udah lama disitu?" tanyaku seraya berjalan ke arah pacarku itu.

"Nggak juga, tadi aku lihat kamu sedang sibuk ngobrol sama Kevin." jawab Fikri biasa.

"Nggak juga artinya lumayan lama dong. Si Kevin pengurus asrama ku." ucapku lirih.

"Iya, aku tahu kok. Hemmmmmm, tadi ngomongin masalah marching band ya?" ucap Fikri santai.

Oh, my god .... baru ingat, aku kan jadi gitapati. kenapa tadi nggak nanya sama Kevin.

"Kok diam begitu? ada apa?" Fikri memegang bahuku.

"Nggak, aku lupa soal marching band. nanti lah aku tanyain lagi sama Kevin, oh iya, kita mau kemana?" tanyaku. Masalah marching band nanti saja dipikirkan.

"Hemmmm, kantin aja, aku laper." ucap Fikri

"Bukannya tadi sudah sarapan?" tanyaku pelan.

"Aku cuma makan sedikit, pengennya makan sama kamu." goda Fikri sambil tersenyum.

"Lebay banget," ucapku datar.

Fikri memegang tanganku dan kami beranjak ke kantin. Sudah lama aku tidak berjalan berdua begini. Terasa begitu nyaman.

Susana di kantin lumayan rame, karena kegiatan belajar mengajar belum dimulai, jadi seluruh siswa masih bebas untuk melakukan apa saja. kami bedua duduk di meja paling pojok, beberapa siswa memperhatikanku dan Fikri, mungkin mereka sudah mendengar gosip kami jadian, Bahkan bebrapa siswa baru yang masih lugu juga ikut penasaran.

Aku sih cuek saja. Memang awalnya, ketika gosip aku pacaran sama Fikri tersebar sempat bikin aku gak enak banget, kemana saja aku pergi semua siswa memperhatikanku, sebagian berbisik-bisik, dan dugaanku, pasti mereka membahas tentang hubunganku dengan Fikri. Hubungan dua selebritis papan atas di sekolah ini, (wkwkwkwkwk, pede banget).

"Tempatnya rame ya" ucap Fikri sambil melirik sekeliling kami.

"Namanya juga kantin, kalau mau yang sepi di kolam renang" godaku.

"ayo, kita ke kolam renang aja. Aku udah lama nggak ketemu sama kamu, mending di kolam renang, lebih romantis" ucap Fikri sambil nyengir.

Pacarku ini bikin gemes aja, tadi dia ngajak ke kantin, sekarang malah ke kolam renang. Kalau dia bukan Fikri, mungkin sudah aku tinggalin, hehehehe.

"Katanya kamu laper. Kan tadi kamu ngajak ke kantin?" ucapku manja.

"Ya, aku laper. Tapi sudah kenyang sekarang, setelah liat kamu, tinggal hausnya aja lagi"

"Kalau haus, minum... ntar aku ambilin air putih"

"hausku gak bakal hilang sama air putih" jawab Fikri gombal.

"Terus?" tanyaku sambil mendelik.

"Cium...." sambil nyengir Fikri menggodaku.

Aku berdiri dan memasang tampang jutek, Fikri tertawa cekikikan, "enak aja, masa minta cium di tempat rame begini."

"Makanya aku ngajak ke tempat sepi" jawabnya spontan.

"Nggak, aku nggak mau, kalau kamu mau, cium aja tuh si Joshua" tiba-tiba tanpa kusadari, jawaban asalku tadi malah nyerempet ke Joshua. Aduh, aku merasa gak enak. Sekilas kulihat Fikri terkejut, tapi dia berusaha bersikap biasa.

"Kamu kenal Joshua?" ucap fikri hati-hati.

Aku hanya menggangguk, sebenarnya aku nggak bermaksud untuk membicarakan topik ini, bagaimana kalau hubungan kami yang belum terlalu lama renggang karena masalah ini. Aduh, Ricko, kok kamu ceroboh, ngapain juga nyebut-nyebutin Joshua, Perasaanku mulai kurang nyaman.

"Kami tadi ngobrol, dia teman sekamarku" jawabku juga dengan hati-hati.

Kalau waktu itu seperti komputer, sudah aku undo nih, ngapain sih aku nyebut-nyebut cowok nyebelin itu.

"Dia pernah dekat denganku." Dengan santai Fikri mulai bercerita. Aku kembali duduk di kursi.

"Ya, kami pernah dekat. Itu dimulai ketika semester dua, kelas 1 SMP. Tapi, jujur saja saat ini aku tidak ada perasaan khusus sama Osa. Hanya sebatas teman. Kami sekelas mulai dari kelas 1, saat itu aku belum mengerti tentang perasaan, cinta atau apapun itu."

"Maksudku dengan sesama cowok" tambah Fikri ketika melihat ekspresiku.

"Waktu kelas 2, kami seasrama, aku dan Osa sering menghabiskan waktu bersama, kadang kami berenang berdua, belajar berdua, ke perpus berdua dan banyak kegiatan yang kami habiskan berdua. Osa itu anak yang cerdas, dia juga ramah dan baik."

Aku mendengar dan berusaha bersikap biasa, agar Fikri tidak salah tingkah. Rautnya sedikit lesu ketika bercerita tentang Osa, aku tidak mengeluarkan pertanyaan apapun, hanya tersenyum, dan Fikri pun mengerti bahwa dia dapat melanjutkan ceritanya tanpa harus ragu.

"Hubungan kami mulai renggang saat ujian akhir tahun, Osa mengutarakan perasaannya, dia menyukaiku, Rick..." ucap Fikri sambil menatapku,

Aku menggenggam tangan Fikri, lembut, santai dan masih tersenyum.

"Aku tidak bisa menerima perasaannya itu"ucap Fikri datar,

"Kenapa?" tanyaku akhirnya.

"Aku menyukai orang lain." jawab Fikri.

Aku hanya diam, berfikir keras, dan berusaha menenangkan perasaanku. Fikri pernah menyukai orang lain, waktu dia kelas 2 SMP, saat itu aku masih anak baru, tentu saja aku tidak tau berita-berita yang beredar di kalangan siswa lama.

Kami berdua hanya diam, aku berusaha bersikap biasa, berusaha meyakinkan diriku, bahwa semuanya masa lalu. Lagi pula, wajar saja Fikri pernah menyukai orang lain, dia cowok cakep yang populer. Yang jelas sekarang dia menyukaiku, dan dia pacarku.

"Aku pesan minuman dulu ya," selaku memecah kehengingan di antara kami.

"Oh, aku juga" sahut Fikri, dia rada salah tingkah.

Aku tersenyum menatap wajahnya yang imut itu. "Nggak usah minta, pasti aku pesan juga buat kamu, kamu kan sekarang pacar ku".

Kata-kataitu mengalir begitu saja, seakan-akan menjadi penyejuk bagi pacarku yang sedang salah tingkah ini.

"Kamu nggak nanya siapa yang aku sukai waktu itu" tiba-tiba Fikri bertanya saat aku baru mau memesan minuman.

Aku berhenti sesaat, menatap pacarku yang sedang tersenyum.

"Aku nggak mau membahas masa lalumu lagi." ucapku lirih.

"Dia cinta pertamaku, anak kelas 1 SMP yang ditegur kakak keamanan karena ngobrol saat MOS di gedung pertemuan."

Aku diam, tidak menjawab. Berusaha mencari kebohongan dalam wajah pacarku ini, hemmmmm... Dia jujur, dan kesimpulanku, pacarku ini memang romantis.


*************************

Aku dan Dion sedang asik ngobrol ketika Idris dan Reno sampai di ruang makan, malam ini seperti biasa kami makan bersama di ruang makan. Walaupun, tidak jarang mereka makan hanya bertiga saja, karena aku bersama Fikri, hehehehe.

"Udah lama?" tanya Reno yang semakin berotot saja.

"Lumayan juga, kok lama sih?" tanya Dion cemberut.

"Tadi pengumumannya lama, banyak yang disampaikan pengurus." sahut Idris.

Oh ya, Idris akhirnya satu asrama dengan Reno, kebetulan pengurus bagian keamanan OSIS ada anak dari Ambon, Abraham namanya, dan dia kenal sama Idris, mungkin karena satu daerah jadi sering bertemu. Hmmmm, nepotisme ternyata masih ada juga di sini, makanya dengan senang hati si Abraham itu mengelurakan surat pindah asrama untuk si Idris.

"Pengumaman apaan?" tanyaku penasaran.

"Emang di asrama kalian belum ada pengumuman?" Reno bertanya balik.

Aku dan Dion menggeleng. Idris dan Reno akhirnya duduk, kami menunda untuk masuk antrian makan, kelihatannya ada informasi penting nih.

"Tahun ini akan diadakan lomba antar asrama, untuk menambah semarak rangkaian Pekan Orientasi Siswa. Ada banyak cabang yang dipertandingkan, mulai cabang olahraga, seni dan macam-macam lagi." Jelas Reno panjang lebar. Kayaknya si Reno sudah mirip Dion nih, heheheh. Tapi kenapa Dion kelihatannya tidak terkejut.

"Kamu sudah tau?" tanyaku sama Dion. Sementara Idris dan Reno menatap kami berdua.

"Di asramaku belum diumumkan" jawab Dion datar.

"Sama, di asramaku juga belum." ucapku.

"Perlombaan itu luar biasa, selain mempererat kekompakan teman-teman seasrama, juga bisa mengisi kegiatan di waktu-waktu kosong. Akhirnya perlombaan antar asrama diadakan lagi." ucap Dion bersemangat.

"Tunggu, maksudmu diadakan lagi? Berarti perlombaan ini pernah diadakan sebelumnya?" tanyaku penasaran. Idris dan Reno pun tampak sama.

"Iya, dari sekolah ini berdiri perlombaan antar asrama adalah bagian dari rangkain acara MOS, perlombaan tersebut menjadi nilai lebih dari setiap asrama yang ada. Kalian nggak pernah lihat apa piala-piala gede di asrama GSB dulu?' ucap Dion sambil bertanya. Kami hanya menggelengkan kepala.

Ya, kami bertiga tidak terlalu sering memperhatikan label piala-piala gede di kantor asrama GSB, yang merujuk kepada Gedung Siswa Baru, diamana setiap siswa di sini pasti pernah tinggal di asrama itu. Semua Asrama punya nama, seperti asramaku saat ini, Alhambra. Khusus asrama siswa baru, disebut GSB.

"GSB bisa dikatakan paling banyak mendapatkan piala-piala gede, ada 4 piala yang paling prestisius diperebutkan setiap tahunnya. Pertama, untuk juara 1 volksong."

"Apaan tuh?" potong Reno, bikin aku dan Idris memandanginya dengan kesal.

"Maaf, aku nggak tau volksong itu apa." tambah Reno malu. Aku menahan kekesalanku, bukannya Reno sudah mendengar pengumuman di asramanya. huft.

"Sejenis vokal group, pesertanya minimal 60 orang, artinya hampir semua siswa asrama terlibat, bahkan ada asrama yang melibatkkan 100 orang anggotanya, semakin bagus koreo dan gerakan yang ditampilkan, maka semakin bagus juga nilainya, jadi tidak hanya suara, tetapi gerakan dan variasi musik serta lagu juga dinilai." lanjut Dion. Kami bertiga menyimak sambil membayangkan volksong itu dengan imajinasi kami masing-masing.

"Siswa GSB mudah diatur, karena semuanya anak baru, sehingga dengan latihan rutin dan disiplin yang ketat makanya hampir setiap tahun GSB selalu juara satu atau paling tidak runner up."

"Selain volksong, 3 piala lainnya adalah juara 1 lomba drama antar asrama, dan lomba baris berbaris. kedua lomba ini membutuhkan orang-orang yang terampil di dalamnya. Seperti lomba drama, tentu saja anak-anak klub tetaer seperti Idris yang akan banyak berperan." ucap Dion. Aku dan Reno bergantian memandang Idris yang kelihatan banget, sedang bangga, wkwkwkwkwkwk.

"Kalau baris berbaris tentu saja anak-anak paskibra dan yang aktif di pramuka yang ahli." ucap Dion singkat.

"Nah, 1 piala lagi adalah yang paling gede, itu piala juara umum, berdasarkan poin tertinggi, yang akan dimumkan 1 bulan menjelang ujian akhir tahun. Penilaiannya banyak, mulai kebersihan asrama, prestasi siswa yang tinggal di asrama tersebut, kekompakan, tingkat pelanggaran disiplin, dan juga poin dari piala-piala yang didapat saat perlombaan pekan orientasi ini," tutup Dion dengan senyum.

"Tapi kenapa perlombaan itu tidak diadakan dalam 2 tahun ini" tanyaku tiba-tiba saja. Reno dan Idris seakan punya pemikiran yang sama denganku.

"Sebenarnya bukan 2 tahun ini, sudah 5 tahun perlombaan itu tidak dilaksanakan, Karena ada kejadian berdarah." kami bertiga terkejut mendengar kata-kata Dion, tapi kami tidak berkomentar, tanda agar Dion dapat melanjutkan ceritanya tanpa disela.

"Setelah pengumuman juara volksong 5 tahun silam yang dimenangkan oleh asrama 17 Agustus, asrama Diponegoro, yang meraih juara umum tahun sebelumnya merasa kecewa, akibatnya ketika siswa asrama 17 Agustus mengarak piala di jalan-jalan dalam kampus, siswa asrama Diponegoro yang kecewa menghadang dan mereka saling sorak, lalu saling ejek yang pada akhirnya terjadilah tawuran."

"Tawuran itu memicu kerusakan gedung asrama dan fasilitas lainnya di sekitar lokasi kejadian, yang mengakibatkan efek domino. Para siswa asrama dan pengurus yang bersangkutan tidak terima, akhirnya terjadilah tawuran berantai, nggak jelas mana kawan mana lawan. Pihak sekolah dan yayasan kesulitan mengatasinya, hingga aparat kepolisian datang dan menyelesaikannya."

"Jadi itu penyebabnya perlombaan itu tidak diadakan lagi" ucapku pelan.

"Banyak dong siswa yang kena hukum?" celetuk Reno, nggak jelas dialamatkan kemana,

"150 siswa dikeluarkan secara tidak hormat, sebagian besar adalah pengurus asrama, siswa kelas 2 SMA," jawab Dion. kami diam, suasana hening.

"Memang perlombaan itu bisa membuat kokompakan, tapi juga bisa bikin perpecahan, dan memupuk rasa fanantik asrama. Karena fanatisme keasramaan itu banyak siswa yang sekelas bisa tidak akur karena asrama mereka tidak akur, bahkan, ada yang satu daerah  bermusuhan gara-gara fanatisme keasramaan itu." lanjut Dion.

"Tentu saja ada aturan-aturan untuk perlombaan kali ini, mungkin akan diumumkan di gedung auditorium saat kita mendengarkan wejangan dari direktur ketika MOS nanti." kami bertiga mengangguk mendengar penjelasan Dion, lalu berdiri untuk mengambil jatah makan malam kami, tanpa harus mengantri lagi, karena sebagian besar siswa sudah mengambil jatah makannya.

Kami makan, membahas hal-hal kecil di antara kami, salah satunya tentang si Joshua yang pernah dekat dengan Fikri, dan ketiga temanku kelihatannya juga tidak suka dengan anak dari Jakarta itu, mungkin karena aku mendeskripsikan Joshua lebih seperti seorang tokoh antagonis, hehehe. Kami juga mendiskusikan hal-hal lainnya yang mengakhiri makan malam itu dengan menyenangkan, sama saat pertama kali kami berempat masuk ke kamar nomor 5, Gedung Siswa Baru (GSB) 3 tahun silam, dimana pertemanan kami dimulai.

My friends, terimakasih.

Bersambung



13 comments:

  1. Selamat membaca,
    I miss u all, hehehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Keren ceritanya... Keep posting ya! Cerita mu akan selalu kami nantikan !! :D

      Delete
    2. Baru tau ada lanjutannya lagi, sudah lama nunggu akhirnya posting lagi. Semangat terus ya, aku suka karya2mu

      Delete
    3. terimakasih sudah setia menunggu, cerita ini akan ditulis sampai selesai, mohon maaf agak ngadat, kadang perlu mood yang bagus agar bisa menulis.

      Delete
  2. Kerenzz aku tunggu lanjutannya leo

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kei Terimakasih, episode 12 sudah dilanjutkan, selamat membaca dan terimakasih telah setia menunggu.

      Delete
  3. Bagus cerita nya (y) di tunggu kelanjutan nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ardian Gh, terimakasih. episode 11 dan 12 sudah dipost, terimaksih telah setia menunggu kelanjutannya

      Delete
  4. Replies
    1. Episode sudah dilanjutkan, terimakasih sudah membaca dan setia menunggu episode-episode yang agak ngadat publikasinya, hehehehe

      Delete
  5. wah seruu banget ceritanyaaa, smoga slalu dpet inpirasi2 spya biaa laniut trus critanya

    ReplyDelete
  6. sudah dilanjut kok episode 11 nya, silahkan di cek

    ReplyDelete